Wednesday, January 31, 2024

Berkelana ke Sydney, Bermonolog dengan Diri Sendiri. #Jalan2Jenius #KompetisiBlogJenius

Kata mereka, seumur hidup paling tidak harus coba solo traveling sekali. Untuk duduk berdiam dengan diri, berjalan dengan laju yang diatur sendiri, bermonolog dengan sisi lain pikiran tanpa takut diawasi. 

Hari itu adalah hari di mana aku memberanikan diri untuk berkelana sendiri ke Sydney, Australia. Memang bukan untuk pertama kalinya aku pergi sendiri. Tak bisa dipungkiri, solo traveling selalu menjadi salah satu pelarianku saat merasa jenuh dengan keseharianku. Bukannya tidak bersyukur, namun bukankah setiap dari kita pasti pernah membayangkan sesuatu yang lebih dari yang kita jalani sehari-hari? Rasa itulah yang kembali aku cari di perjalanan kali ini. Satu-satunya cara untuk melihat dunia yang menamparku dengan kenyataan bahwa:

"Oh, ternyata masih ada cara hidup lain di luar sana. Jika bisa menjalani hidup sebagai apa saja dan di mana saja, apakah akan tetap memilih jalan yang sekarang ku tempuh? Apakah ini hidup yang benar-benar aku inginkan?".
Rasa yang bisa kembali memantikkan api dalam jiwa, untuk berani bermimpi kembali dan tidak terpenjara dalam keseharian yang sekarang. 

Lama sudah ku tenggelam dalam pikiranku sendiri, tidak terasa telah melewati 8 jam di pesawat dan mendarat di bandar udara Sydney. Untuk mengirit anggaran, tentu aku memilih transportasi publik yang sepengetahuanku sudah sangat memadai di sana. Tak lama setelah melalui imigrasi dan pengambilan koper, aku bergegas mengikuti papan arahan dengan tulisan "TRAINS TO CITY". Dengan susah payah, aku menggerek koper besarku sendirian sambil membawa sarapan dalam bentuk minuman yang baru saja aku beli, sebagai bekal sebelum bereksplorasi di kota ini! 


Setelah berjalan cukup jauh dari daerah kedatangan di bandar udara Sydney, aku sampai di gerbang tiket kereta. Namun ternyata, karena penerbanganku sampai waktu subuh, belum ada petugas yang menjaga di loket tiket. Aku mulai panik, karena sesuai risetku, semua mode transportasi publik di Sydney menggunakan kartu untuk tap in dan tap out yang bernama Opal. Tapi, tidak ada tanda-tanda petugas di loket penjualan kartu Opal. Sampai kapan aku harus menunggu di luar gerbang tiket kereta? Jam berapa petugasnya akan datang? Haruskah aku membiarkan beberapa jam hangus begitu saja, yang seharusnya aku bisa pakai untuk mengunjungi tempat-tempat di Sydney seperti yang sudah aku rencanakan?

Aku mulai memutar otak. Hmm, seingatku, kartu kredit bisa digunakan untuk transaksi internasional. Namun sayangnya, saat itu aku belum memiliki kartu kredit. Sementara itu, kartu debit yang aku miliki hanya bisa digunakan untuk transaksi di Indonesia, karena pernah aku coba untuk transaksi internasional yang bersifat online pun, tidak bisa. Tiba-tiba, aku ingat cerita salah seorang temenku yang berkata ia pernah menggunakan Kartu Debit Jenius Visa Contactless miliknya untuk tap in dan tap out di transportasi publik di Singapura. Walau berbeda negara, aku hanya berharap agar Kartu Debit Jenius Visa Contactless milikku juga bisa dipakai untuk transportasi publik di Sydney, supaya waktuku tidak terbuang banyak menunggu tanpa kepastian.

Ternyata, bisa! Untung saja aku membawanya. Sejak kejadian itu dan sejak ada Jenius, aku selalu membawa kartu Jenius ke mana pun aku pergi, demi bisa #jalan2Jenius. It's a hassle-free go-to travel solution! Akhirnya, aku bisa masuk ke kereta dan menuju kota Sydney. 


Layaknya seorang turis, tempat pertama yang aku kunjungi adalah Sydney Opera House! Sungguh sebuah mimpi menjadi kenyataan, apalagi disambut langit biru jernih yang hampir tak pernah terlihat di Indonesia. 


Cukup lama aku menghabiskan waktu berkeliling di sekitar Sydney Opera House, yang berada di pinggir lautan Sydney Harbour dan berseberangan dengan Sydney Harbour Bridge. 



Sembari duduk menikmati pemandangan di Sydney Harbour, aku mengamati orang-orang yang berlalu lalang. Ada beberapa yang berpakaian jas formal, membawa segelas kopi di tangan sebelum bekerja. Ada anak muda dalam pakaian olahraga, menjalani lari paginya tanpa perlu khawatir menghirup polusi saat mengambil napas untuk memenuhi kebutuhan oksigennya. Terlihat juga satu keluarga yang sepertinya juga turis, menggunakan tripod untuk menaruh HPnya agar bisa berfoto bersama, menikmati liburan dengan orang-orang tersayang. Untuk mereka, mungkin sesuatu yang sederhana. Namun, kesempatan untuk duduk berdiam dan bisa mengamati situasi sekitar tanpa pikiranku terganggu dengan to-do list yang aku tinggalkan di Indonesia sementara, membuatku berpikir dan merefleksikan hidupku:
"Dari semua yang aku lihat hari ini, kehidupan seperti apa yang sebenarnya ingin aku jalani? Mimpi apa yang perlu aku capai, sebelum semuanya terlambat?"
Gagasan demi gagasan, mimpi demi mimpi silih berganti di pikiranku. Tak banyak ruang, namun rasanya terlalu banyak yang ingin aku raih. Namun yang pasti, apapun mimpi itu, aku akan mengusahakan untuk mencapainya dengan cara apapun. Itu hanya setengah hari dari hari pertamaku di Sydney. Perjalananku berlanjut selama 12 hari, lalu aku kembali ke Indonesia, namun dengan semangat yang berbeda untuk bisa bermimpi dan mencapainya suatu hari nanti. 

Sepulang dari perjalanan solo traveling kali itu, aku pun langsung membuka tabungan Dream Saver di Jenius. Sejak ada Jenius, aku selalu terdorong untuk bertindak nyata secara finansial sebagai langkah awal untuk mencapai sesuatu. Walau belum ada nama yang jelas untuk Dream Saver kali ini, hanya ku tuliskan "mimpi" sepertinya sudah cukup untuk sekarang. Aku yakin, mimpi yang matang akan datang pada waktu yang tepat nantinya. Namun apapun mimpinya, seoptimis dan seidealis apapun, tentu saja harus realistis. Menggapai sebuah mimpi pasti memerlukan dana yang tidak kecil. Jadi, mengapa tidak mulai menabung sedari sekarang? Satu langkah kecil yang dalam jangka panjang akan memudahkan untuk menggapai mimpi dan menghidupi jalan yang benar-benar aku inginkan. #jalan2jenius #kompetisiblogjenius
< > Home
Powered by Blogger.
Livia Nathania's © , All Rights Reserved.